Angin pagi bertiup lembut di lapangan sekolah. Hari itu, 14 Agustus, seluruh siswa memakai seragam pramuka rapi. Bendera Merah Putih berkibar gagah, sementara aroma tanah basah dari hujan semalam masih terasa.
Raka, siswa kelas 8, berdiri di barisan tengah. Ini pertama kalinya ia ikut upacara Hari Pramuka sebagai pemimpin regu. Dadanya berdebar. Ia khawatir salah memimpin yel-yel atau lupa aba-aba.
“Rak, santai aja. Kita latihan kemarin kan udah lancar,” bisik Dimas, sahabatnya.
Upacara dimulai. Pembina upacara menyampaikan pesan tentang arti pramuka: disiplin, tangguh, dan saling tolong menolong. Kata-kata itu menancap di hati Raka. Saat aba-aba pengucapan Trisatya, Raka menarik napas panjang, lalu memimpin regunya dengan suara lantang. Semua mengikuti, dan rasa gugupnya perlahan hilang.
Selesai upacara, seluruh anggota pramuka mengikuti lomba ketangkasan. Raka dan regunya harus melewati rintangan sambil membawa tandu berisi “korban” yang harus mereka selamatkan. Di tengah lomba, kaki Raka terkilir.
“Rak, gimana? Kita berhenti aja?” tanya Dimas.
Raka menggeleng. “Pramuka pantang menyerah.” Dengan sedikit pincang, ia tetap memimpin regu hingga garis akhir. Mereka memang tidak juara, tapi seluruh regu mendapat tepuk tangan meriah.
Sore itu, saat bendera pramuka diturunkan, Raka tersenyum. Ia sadar, kemenangan bukan hanya soal piala, tapi tentang menepati janji untuk selalu berusaha, bekerja sama, dan pantang menyerah.
kelaz