Membangun Keadilan Sosial: Tantangan dan Peluang di Era Digital

Bayangkan dunia di mana teknologi mampu menjembatani perbedaan, bukan memperlebar jurang. Di era digital saat ini, harapan itu terasa semakin dekat juga sekaligus menantang. Teknologi menjanjikan akses luas ke informasi, pendidikan, layanan publik, dan peluang ekonomi. Namun, jika tidak dikelola dengan adil, ia bisa memperkuat ketimpangan yang sudah ada. Dalam situasi ini, perjuangan untuk keadilan sosial memasuki babak baru, di mana kecepatan inovasi harus diimbangi dengan inklusivitas. Keadilan sosial di era digital hanya dapat terwujud jika seluruh masyarakat memiliki akses yang setara terhadap teknologi, diberdayakan secara ekonomi dan sosial melalui pemanfaatannya, serta dibekali literasi untuk menggunakannya secara aman dan kritis.

Salah satu tantangan utama adalah kesenjangan akses digital yang masih lebar. Meskipun konektivitas internet di Indonesia terus berkembang, laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2023 mencatat bahwa sekitar 20 persen masyarakat Indonesia belum terhubung dengan internet, terutama di wilayah terluar dan pedesaan. Ketika sebagian besar aktivitas publik dan ekonomi telah bergeser ke ranah digital, masyarakat yang tidak memiliki akses akan semakin tertinggal dalam berbagai aspek kehidupan. Hal ini memperparah ketimpangan sosial yang sebelumnya sudah ada, dan menghambat upaya menciptakan masyarakat yang adil dan merata.

Di sisi lain, ketika akses disediakan secara merata, teknologi justru bisa menjadi alat pemberdayaan sosial yang sangat kuat. Melalui proyek SATRIA-1 yang mulai beroperasi pada 2023, pemerintah menargetkan koneksi internet cepat ke lebih dari 150 ribu titik layanan publik, termasuk sekolah dan puskesmas di daerah tertinggal. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan bahwa digitalisasi ini diarahkan untuk membuka peluang ekonomi dan meningkatkan kualitas layanan dasar di seluruh wilayah. Selain itu, platform digital telah membuka jalan bagi pelaku UMKM, petani, dan komunitas lokal untuk mengakses pasar yang lebih luas. Dengan demikian, teknologi dapat menjadi sarana distribusi peluang yang adil bila dikelola secara inklusif.

Namun, keadilan digital tidak hanya menyangkut akses dan peluang. Tanpa kemampuan untuk memahami dan menggunakan teknologi secara cerdas, masyarakat tetap berada dalam posisi rentan. UNESCO menekankan pentingnya literasi digital sebagai syarat utama partisipasi dalam masyarakat modern. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) juga melaporkan peningkatan serangan siber di Indonesia sepanjang 2022, banyak di antaranya menyasar pengguna yang tidak paham risiko digital. Ini menunjukkan bahwa pendidikan digital bukanlah pelengkap, tetapi kebutuhan mendasar. Tanpa literasi, masyarakat rentan terhadap disinformasi, penipuan, dan pelanggaran hak digital.

Dari semua tantangan dan peluang ini, jelas bahwa membangun keadilan sosial di era digital memerlukan pendekatan yang terintegrasi. Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil harus bersinergi agar akses digital menjadi hak yang setara, pemanfaatan teknologi berpihak pada kelompok rentan, dan literasi menyeluruh menjadi prioritas nasional. Jika ketiga hal ini diwujudkan, teknologi bukan hanya akan mempercepat pembangunan, tetapi juga memperkuat nilai-nilai keadilan dalam masyarakat. Era digital bisa menjadi tonggak baru bagi kesetaraan sosial, asalkan tidak dibiarkan bergerak sendiri tanpa arah dan keberpihakan.

Referensi

APJII. (2023). Laporan Survei Penetrasi Internet Indonesia. Jakarta: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia.

Kominfo. (2023). SATRIA-1 dan Pemerataan Akses Digital. Diakses dari kominfo.go.id

UNESCO. (2022). Digital Literacy: A Foundation for Digital Societies.

BSSN. (2023). Laporan Tahunan Keamanan Siber Indonesia. Jakarta: Badan Siber dan Sandi Negara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *